Segala bentuk dukungan dan donasi bagi program RRS,
dapat disalurkan melalui:
REACH TO RECOVERY SURABAYA ( RRS)
Bank BCA
Cabang HR. Mohammad, Surabaya.
a/n Theresia Pangemanan / Indriati
Nomor rekening: 8290282919
MOTO RRS
Berbagi dengan Iman,
Pengharapan & Kasih

Selasa, 03 Maret 2009

@ Juliana Sri Agustin








Juliana Sri Agustin,

Pada saat itu usia anakku satu setengah tahun, aku merasakan ada benjolan di payudara kiriku. Kemudian pada tanggal 29 desember 2003 aku memeriksakan ke dokter dan di USG. Pada saat itu dokter mendiagnosa bahwa benjolan yang ada di payudaraku tidak berbahaya karena ada kemungkinan bahwa ini adalah pengaruh dari produksi air susuku, mengingat usia anakku yang belum berusia dua tahun. Aku diminta kontrol kembali setelah enam bulan berikutnya. Tapi aku baru memeriksakannya setelah satu tahun. Kemudian tepatnya tanggal 23 desember 2006, aku diminta dokter untuk melakukan pemeriksaan lengkap dengan USG, rontgen, test darah dan biopsi. Dari hasil test tersebut benjolan di payudaraku dinyatakan sebagai tumor jinak, yang harus diambil dan waktunya terserah, kapan saja aku siap.

Aku akhirnya menjalani operasi pada tanggal 7 Februari 2005 dengan pertimbangan pada minggu tersebut banyak tanggal merahnya, sehingga aku tidak perlu cuti panjang untuk pemulihan pasca operasi yang pada saat itu hanya operasi kecil untuk mengambil dua benjolan kecil (diameter kurang dari 1 cm) di payudara kiriku. Aku menjalani operasi di klinik Onkologi Jl. Bawean 40 Surabaya dan ditangani oleh dr. Aryo Djatmiko. Perkiraan aku hanya akan berada di klinik selama lebih kurang 6 jam saja setelah itu aku boleh pulang. Benar saja setelah lebih kurang 6 jam kondisiku sudah baik, aku sudah bisa menemui keluargaku dan bercanda. Tapi hatiku mulai gelisah ketika aku tidak diijinkan pulang dan harus menginap di klinik, untuk menunggu hasil PA (Patologi Anatomi) yang baru selesai malam harinya. Aku tambah gelisah ketika dr.Aryo minta bertemu dengan suamiku. Kurang lebih jam 09.30 pagi tanggal 8 Februari dr.Aryo menyampaikan padaku dan suamiku bahwa payudara kiriku harus dibuang karena dari hasil PA ditemui adanya keganasan. Dan operasi itu harus dilakukan hari ini juga, beliau memberikan solusi aku bisa mengganti payudaraku dengan merekonstruksi payudaraku dengan jaringan perutku. Aku hanya bisa menangis histeris dalam pelukan suamiku. Aku hanya bisa pasrah ketika suamiku berkata ”lakukan yang terbaik buat istri saya, dok” Aku tidak punya waktu lagi untuk terus menangis dan bersedih, karena aku mempersiapkan diri dan mental untuk menjalani operasiku lagi. Aku masuk ruang operasi jam 10.00 dan hanya suamiku yang dengan setia menunggu aku selama dioperasi yang katanya memakan waktu selama enam jam. Aku mulai sadar ketika aku mendengar suara suamiku memanggil-manggil namaku. Pada hari minggu pagi aku sudah diperkenankan pulang dengan dijemput suami dan orangtuaku. Untuk lebih baiknya sementara waktu, anakku kutitipkan di rumah mertuaku di Jember.

Proses pemulihan pasca operasiku termasuk cepat hanya dua minggu, selang-selang yang menempel dalam tubuhku sudah bisa dilepas, dan rencananya memasuki minggu ke tiga aku harus mulai menjalani kemoterapi karena menurut hasil PA, operasi ke duaku masuk stadium IIB, grade 3 dengan ukuran panjang 10 cm, lebar 6 cm dan tebal 2 cm. Tapi sayang aku baru bisa menjalani kemoterapi pada minggu ke 4 karena ada masalah dengan hasil rontgen paru-paruku. Aku tidak pernah menyerah pada kendala-kendala yang aku hadapi, yang ada dalam hatiku dan tekadku, aku harus bisa kemoterapi, karena aku ingin sembuh. Aku ingin berumur panjang walaupun umur, hidup dan mati tetap Tuhan yang menentukan, tapi aku tetap harus berusaha dengan pasrah, doa dan terapi medis.

Aku menjalani kemoterapi dengan siklus 3 mingguan sebanyak 6 kali. Pada kemoterapi yag kedua rambutku mulai rontok. Untuk mengurangi beban stres dan pikiranku akhirnya rambutku kupotong habis (gundul) dan benar setelah gundul, aku tidak memikirkan lagi rambutku yang rontok setiap hari. Aku bisa memakai wig yang sekarang modelnya sudah bermacam-macam dan bagus. Teman-teman di kantorku sempat berkomentar ketika pertama kali aku pakai wig ”wah krisdayanti kok nyasar ke sini?” aku hanya bisa tertawa saja mendengar komentar tersebut.

Aku sangat bersyukur karena atasanku di kanktor sangat baik, sehingga aku diijinkan tidak masuk selama dua atau tiga hari setiap aku menjalani kemoterapi. Selama aku menjalani kemoterapi, aku punya kebiasaan baru yaitu membawa bekal telur ayam kampung rebus sebanyak 5 butir ke kantor, dan teman-temanku berebut untuk meminta kuning telurnya karena aku hanya makan putih telurnya saja.

Pernah pada saat aku menjalani kemoterapi (entah yang keberapa) Leukositku sangat rendah sehingga tidak bisa dikemo sesuai jadwal, dan aku diminta suntik nepogen untuk menaikkan leukosit. Tapi pada waktu itu aku menolak untuk disuntik dan minta jadwal kemoku di undur satu hari. Waktu satu hari itu aku manfaatkan benar-benar untuk menaikkan leukositku dengan banyak makan kupang, ikan, dan camilan putih telur ayam kampung yang direbus. Puji syukur setelah aku test darah keesokan harinya, leukositku sudah naik dan aku siap menjalani kemoterapi.

Akhirnya kemoterapiku selesai juga, tapi aku harus menjalni terapi lanjutan yaitu radiasi. Aku menjalani radiasi di RS. Dr. Sutomo Surabaya dengan alat radiasi Lynux tipe Variant. Terapi radiasi termasuk kategori ringan tetapi tetap harus menjaga kondisi tubuh kita.

Aku harus menjalani radiasi selama 25 kali dan dilakukan selama hari kerja hanya sabtu dan minggu saja libur. Radiasiku lancar hingga yang ke 18, dan setelah itu kendala datang lagi karena alat radiasinya rusak, sehingga seminggu aku baru ditelepon oleh petugas RS. Dr Sutomo bahwa alatnya masih belum bisa diperbaiki dan aku diminta untuk konsultasi dengan dokter radiasiku. Dari hasil konsultasiku dengan dr. Radiasi dan dr. Onkologi, akhirnya aku putuskan untuk meneruskan radiasiku ke RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta karena hanya disanalah yang memiliki alat yang sama dengan alat yang dimiliki RS. Dr. Sutomo Surabaya.

Akhirnya aku berangkat seorang diri ke Jakarta karena suamiku harus menjaga anakku di rumah, sebelum berangkat aku sudah minta tolong pada temanku yang ada di Jakarta untuk mencarikan aku tempat kost yang dekat dengan RSCM. Dan aku meneruskan menjalani radiasi yang ternyata ditambah 5 kai lagi sehingga aku harus di Jakarta selam satu bulan. Setelah selesai menjalani radiasi, rasanya bahagia dan lega. Untuk menjaga kondisiku agar tetap sehat aku selalu mentaati jadwal kontrolku dan mengikuti semua nasehat dokter.

Ketika anakku berumur 4 tahun, aku positif hamil padahal dokter menyarankan untuk tidak hamil dulu sampai tiga tahun ke depan. Dokter menjelaskan bahwa kehamilanku sangat rawan karena aku hamil dengan selang waktu kurang dari satu tahun setelah aku menjalani kemoterapi, dan itu bisa mengakibatkan cacat pada bayiku dan meningkatnya hormon pada saat kehamilanku bisa memicu aktifnya kembali sel kanker. Aku bingung karena menurut pastorku aku tidak boleh menggugurkan janinku dengan alasan apapun. Aku bingung sekali, dan suamiku berusaha untuk menenangkanku dan menyerahkan keputusannya padaku, apapun keputusanku akan didukung sepenuhnya. Hingga suatu hari ketika aku mengantarkan anakku sekolah aku bertemu dengan seorang nenek yang mengantarkan cucunya ke sekolah bercerita, bahwa anaknya ada dua orang dan keduanya sudah meninggal karena kanker rahim, sehingga ketiga cucunya ini harus dirawat oleh neneknya. Aku sedih sekali melihat ketiga anak kecil itu yang masih berusia balita. Sehingga aku memutuskan bahwa aku tidak mau itu terjadi pada anakku dan aku memutuskan untuk menunda kehamilanku.

Semoga cerita sedihku berakhir sampai di sini saja. Aku hanya bisa mengambil hikmahnya, kunci dari kesembuhanku dan kesuksesan dalam menghadapi masalahku adalah pasrah pada Tuhan dan yang terpenting adalah kita akan sembuh. Jangan pernah putus asa bila kita menghadapi kendala, semua masalah pasti ada jalan keluarnya, ”Aku yakin dan percaya”.

Demikian cerita singkat hidupku, semoga bisa bermanfaat bagi yang membaca. Aku siap membantu dan bertukar pengalaman hidup, agar hidupku menjadi lebih berarti.

@ Drg. Diana Hanindio








Drg. Diana Hanindio,

Ketika divonis menderita kanker payudara dan harus segera dioperasi, sempat terlintas di benak saya suami akan lari ke pelukan wanita lain. Sungguh saya merasa iri melihat wanita dengan dada yang utuh dan sempurna bentuknya. Ternyata saya salah besar, saya merasa bahagia sekali ketika suami saya mengatakan bahwa kasih sayangnya kepada saya tidak akan pernah berubah. Malah semakin hari semakin bertambah. Begitu juga dengan anak-anak serta sanak saudara saya yang tak kalah besar peranannya dalam memberi semangat dan menguatkan hati saya ketika menjalani operasi pengangkatan payudara. Saya sadar bahwa semua penyakit datangnya dari Allah SWT, melalui tangan para dokter yang merawat saya Ia memberikan kesembuhan kepada saya.

Sebagai ungkapan rasa syukur saya, saya berusaha untuk tidak menyia-nyiakan anugerah Tuhan yang paling istimewa ini, dengan menjaga kesehatan jasmani dan rohani saya. Pasca operasi saya rajin kontrol, menjalani pola hidup sehat, lebih khusyuk dalam beribadah, selalu mendekatkan diri kepadaNya. Saya senantiasa berusaha untuk selalu tampil ceria, menhindari stres dan menikmati hidup ini. Saya juga bersemangat menjalankan pekerjaan sehari-hari. Hidup terasa lebih berarti jika saya bisa membantu orang lain menghadapi kesulitan hidup.

Sebagai seorang Ibu (dan kini nenek dari dua orang cucu) saya harus menjadi matahri yang menyinari keluarganya dengan cahaya keceriaan dan penuh kasih sayang.

Menderita kanker payudara bukanlah akhir dari segalanya, tetapi awal dari kehidupan baru dan berkualitas. Seperti dalam sajak Chairil Anwar : AKU INGIN HIDUP SERIBU TAHUN LAGI. Jadi...........Kanker payudara, siapa takut?